Tugas
Softskill
Aspek
Hukum Dalam Ekonomi
(Perlindungan Konsumen)
Kelompok
10
-
Asma
Ul Husna (21216138)
-
Fadilah
Maulana Malik (22216454)
-
Maria
Ressa Tambunan (24216259)
1.
Pengertian
Konsumen
Konsumen
adalah setiap orang yang memakai atau menggunakan barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk
dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor.
Pengertian
Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing
adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau
jasa untuk dikonsumsi pribadi.
Sedangkan
dalam ketentuan Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Ketentuan Pasal
1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan “baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.” memiliki maksud untuk
melindungi kepentingan orang yang tidak membeli barang namun turut merasakan
manfaat atau kerugian yang timbul dari penggunaan barang tersebut. Contohnya,
bila seorang konsumen membeli sebuah kipas angin di sebuah ruangan, maka bukan hanya
konsumen itu sendiri saja yang merasakan, namun orang lain hingga hewan
peliharaan yang berada di ruangan itu
juga akan merasakan manfaat dari kipas
angin tersebut.
Suatu
produk sebelum sampai ke tangan konsumen terlebih dahulu melalui tahap proses
distribusi yang cukup panjang. Mulai dari produsen, distributor, agen,
pengecer, hingga akhirnya sampai ke tangan konsumen. Dalam bidang ekonomi dikenal dua jenis
konsumen yaitu konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah
pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk. Sedangkan konsumen antara
adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses
produksi suatu produk lainnya.
2.
Azaz
dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Azaz-azaz
yang dianut dalam perlindungan konsumen menurut pasal 2 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen adalah:
a. Azaz Manfaat
Azaz
ini mengandung makna bahwa penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus
memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku
usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding
pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
b. Azaz Keadilan
Penerapan
azaz ini dapat dilihat dari pasal 4-7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan
melalui azaz ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara
seimbang.
c. Azaz Keseimbangan
Melalui
penerapan azaz ini, diharapkan kepentingan konsumen dan pelaku usaha serta pemerintah
dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
d. Azaz Keamanan dan Keselamatan
Konsumen
Diharapkan
penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Azaz Kepastian Hukum
Dimaksudkan
agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya,
perlindungan konsumen bertujuan untuk melindungi konsumen dalam rangka
pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen dan tidak bertujuan untuk mematikan
pelaku usaha, melainkan menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan
kualitas produk dan pelayanannya.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri
b.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen
dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa
c.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
d.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen
yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi
e.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehigga tumbuh sikap jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
f.
Meningkatkan kualitas barang atau jasa
yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
3.
Hak
dan Kewajiban Konsumen
a.
Hak
Konsumen
Sebelum
kita membahas mengenai hak konsumen ada perlunya kita mengetahui tentang
pengertian hak. Sudikno Martokusumo dalam bukunya Mengenai Hukum: Suatu
Pengantar menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum
yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang
diharapkan untuk dipenuhi. Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia menyebutkan bahwa ada tiga macam hak berdasarkan sumber
pemenuhannya, yakni:
Ø Hak
manusia karena kodratnya
Ø Hak
yang lahir dari hukum
Ø Hak
yang lahir dari hubungan kontraktual
Hak konsumen diatur di
dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yakni:
Ø Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa yang dikonsumsinya.
Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam keselamatan, jiwa, dan harta
benda konsumen, serta harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Ø Hak
untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Konsumen
pasti tidak mau mengkonsumsi barang atau jasa yang dapat mengancam keselamatan,
jiwa dan hartanya. Untuk itu konsumen harus diberi kebebasan dalam memilih
barang atau jasa yang akan dikonsumsinya. Kebebasan berarti tidak ada paksaan
atau tipu daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih barang atau jasanya.
Ø Hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
atau jasa. Konsumen harus mengetahui dan memperoleh informasi yang benar
mengenai barang atau jasa yang akan dikonsumsinya. Informasi yang didapat dari
pelaku usaha akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih barang atau
jasa. Dan bagi pelaku usaha diharapkan agar pelaku usaha memberi informasi yang
benar, jelas, dan jujur.
Ø Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Berarti ada suatu kelemahan atau kekurangan di barang atau jasa yang diproduksi
atau disediakan oleh pelaku usaha. Diharapkan agar pelaku usaha berlapang dada
dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen karena dengan adanya
keluhan tersebut pelaku usaha memperoleh masukan untuk meningkatkan daya
saingnya.
Ø Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut. Pelaku usaha tentu sangat memahami mengenai
barang atau jasanya. Sedangkan konsumen sama sekali tidak memahami apa saja
proses yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menyediakan barang atau jasa.
Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa yang patut bagi konsumen. Patut berarti tidak memihak kepada salah
satu pihak dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Ø Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Diharapkan pelaku usaha harus
memberikan pembinaan dan pendidikan yang baik dan benar kepada konsumen.
Pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai bagaimana cara mengkonsumsi yang
bermanfaat bagi konsumen, bukannya berupaya untuk mengeksploitasi konsumen.
Ø Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlukan sama. Pelaku
usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya, tanpa
memandang perbedaan ideologi, agama, suku, kekayaan, maupun status sosial.
Ø Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian apabila barang atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
Ø Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Adanya ketentuan ini
membuka peluang bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak konsumen yang
tidak diatur pada ketentuan diatas.
b.
Kewajiban
konsumen
Kewajiban
konsumen menurut Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
Ø Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan. Seringkali konsumen tidak
memperoleh manfaat yang maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu
barang atau jasa. Kerugian tersebut diperkirakan terjadi karena konsumen tidak
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan
pelaku usaha.
Ø Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa. Banyak pula konsumen
yang tidak beritikad baik dalam bertransaksi atau mengonsumsi barang. Secara
tidak langsung konsumen telah merampas hak-hak orang lain.
Ø Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati. Ketentuan ini sudah jelas,
mengenai harga barang yang sesuai dengan nilai tukarnya.
Ø Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa patut diartikan sebagai tidak berat
sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.
Hak
dan Kewajiban Pelaku Usaha
a.
Hak
Pelaku Usaha
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
Ø Hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
Ø Hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
Ø Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa
konsumen.
Ø Hak
untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
Ø Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan
kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen adalah:
Ø Bertikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
Ø Melakukan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
Ø Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif yaitu pelaku
usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Kemudian pelaku
usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
Ø Menjamin
mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
Ø Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan garansi atas barang yang diperdagangkan.
Ø Memberi
kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian,
dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
Ø Memberi
kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5.
Perbuatan
yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Bab IV Pasal 8 hingga Pasal 17
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ketentuan-ketentuan tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Larangan
Bagi Pelaku Usaha Dalam Kegiatan Produksi (Pasal 8)
Menurut
ketentuan Pasal 8 angka 1 Undang-Undang Perlindungan konsumen, pelaku usaha
dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang dan jasa yang:
Ø Tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
Ø Tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih (netto) dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
Ø Tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;
Ø Tidak
sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan jasa tersebut;
Ø Tidak
sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan jasa tersebut;
Ø Tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan/promosi penjualan barang dan jasa tersebut;
Ø Tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang
paling baik atas barang tertentu;
Ø Tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran,
berat/isi bersih, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang
menurut ketetentuan harus dipasang;
Ø Tidak
mencamtumkan informasi dan petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
Kemudian, pada Pasal 8 ayat (2) dan (3)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga memuat larangan bagi pelaku usaha
yaitu dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang
dimaksud (ayat 2). Pelaku usaha juga dilarang memperdagangkan sediaan farmasi
dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar (ayat 3).
Ketentuan terakhir dari Pasal 8
Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah ayat (4) yang berbunyi “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.”
Ketentuan ayat (4) tersebut tidak mengatur
pelanggaran ayat (3) yaitu larangan bagi pelaku usaha yang memperdagangkan
sediaan farmasi dan pangan. Untuk kedua bidang tersebut diatur dalam peraturan
khusus yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b.
Larangan
Bagi Pelaku Usaha Dalam Kegiatan Pemasaran (Pasal 9-16)
Kelompok larangan yang berikutnya mengenai
larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran. Hal ini diatur dalam Pasal
9 hingga Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau
seolah-olah:
Ø Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga
khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,
sejarah atau guna tertentu
Ø Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru
Ø Barang atau jasa tersebut telah mendapatkan dan memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesori tertentu
Ø Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan atau afiliasi
Ø Barang atau jasa tersebut tersedia
Ø Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
Ø Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
Ø Barang tersebut berasal dari daerah tertentu
Ø Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa
lain
Ø Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang
lengkap
Ø Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti
Barang atau jasa tersebut dilarang untuk diperdagangkan. Pelaku
usaha yang melakukan pelanggaran ketentuan ini dilarang melanjutkan penawaran,
promosi, dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa (untuk dijual)
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai
harganya, kegunaannya, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas
suatu barang atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang
ditawarkan; serta tentang bahaya penggunaan barang dan/atau jasa (Pasal 10).
Pasal 11 juga menentukan bahwa Pelaku usaha dalam penjualan
melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan
konsumen dengan:
a.
Menyatakan barang atau jasa tersebut
seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu
b.
Menyatakan barang atau jasa tersebut
seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi
c.
Tidak berniat untuk menjual barang yang
ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain
d.
Tidak menyediakan barang dalam jumlah
tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain
e.
Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas
tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa
yang lain
f.
Menaikkan harga atau tarif barang atau jasa sebelum melakukan obral
Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang atau
jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika
pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu
dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan (Pasal 12).
Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau
jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain
secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya. (merencanakan kebohongan) (Pasal 13 ayat 1).
Pelaku
usaha juga dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain (Pasal 13 ayat 2).
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk: tidak melakukan
penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; mengumumkan hasilnya
tidak melalui media masa; memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang
dijanjikan; mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang
dijanjikan (Pasal 14).
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun
psikis terhadap konsumen (Pasal 15).
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk: tidak
menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan; dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan atau prestasi (Pasal 16).
c. Larangan Bagi Pelaku Usaha Dalam
Periklanan
Ketentuan
yang menutup rangkaian perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha ini adalah
Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berkaitan dengan perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha periklanan. Ketentuan ini menentukan pelaku
usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
1. Mengelabui
konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang atau
tarif jasa serta ketepatan waktu
penerimaan barang atau jasa
2. Mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang atau jasa
3. Memuat
informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang atau jasa
4. Tidak
memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa
5. Mengeksploitasi
kejadian atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan
Ayat
(2) Pasal ini menentukan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan
peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Konsumen
http://www.jurnalhukum.com/pengertian-konsumen/
http://www.jurnalhukum.com/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku-usaha/
http://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/
https://aditnobaka.wordpress.com/2010/10/08/pengertian-konsumen/
Penjelasan
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar